Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Syi’iran Bluk Gebluk; Dari Penelitian Mahasiswa Pascasarjana Menuju Warisan Budaya Tak Benda


Pasuruan – Sebuah tradisi keislaman khas Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, bernama Syi’iran Bluk Gebluk, tengah diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan. Usulan ini berangkat dari hasil penelitian mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Multikultural Universitas Yudharta Pasuruan, M. Ali Mashabi, dengan judul “Islamic Education Through Syi’iran Bluk Gebluk: A Case Study At The Grogolan Taklim Council, Rembang, Pasuruan, Indonesia.”

Penelitian tersebut dibimbing oleh dua dosen, Dr. Ahmad Marzuki, M.Ag. dan Dr. Muhamad Nasir, M.Pd., yang menekankan bahwa tradisi ini bukan sekadar hiburan, melainkan sarana dakwah Islam yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Tradisi Islami yang Hidup di Tengah Warga

Syi’iran Bluk Gebluk dikenal sebagai media dakwah dengan lantunan syi’ir berbahasa Madura dan Jawa. Lantunan tersebut diiringi pukulan bantal serta tepukan tangan, menciptakan irama dan tempo yang khas. Tradisi ini kerap digelar dalam kegiatan pengajian, peringatan hari besar Islam, maupun acara keagamaan masyarakat setempat.

Berdasarkan hasil wawancara penelitian, tradisi Syi’iran Bluk Gebluk pertama kali digagas oleh KH. Zainal Abidin, seorang ulama Nahdlatul Ulama (NU) berpengaruh di Rembang pada masanya. Gagasan itu dituangkan dalam karyanya berjudul Risalatul Islam.

Jejak KH. Zainal Abidin

KH. Zainal Abidin lahir sekitar tahun 1880-an dan wafat pada usia 93 tahun pada kisaran 1980-an. Beliau dikenal sebagai kiai alim yang masih memiliki garis keturunan dengan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Dalam dakwahnya, KH. Zainal Abidin menulis syi’ir dalam bahasa Madura menggunakan aksara pegon, sebab masyarakat Rembang bagian selatan sehari-harinya memakai bahasa tersebut. Seiring berkembangnya dakwah, sebagian syi’ir kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa agar lebih mudah dipahami masyarakat di wilayah Rembang bagian utara.

Tak hanya itu, beliau juga memanfaatkan irama musik sederhana sebagai sarana pendukung dakwah, sehingga syi’iran lebih mudah diterima dan dihayati masyarakat lintas usia.

Menuju Pengakuan Warisan Budaya

Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Pasuruan Ika Ratnawati, SE.,MSA menyatakan bahwa usulan ini menjadi langkah penting untuk melestarikan tradisi keislaman lokal yang bernilai tinggi. “Syi’iran Bluk Gebluk bukan hanya warisan keagamaan, tetapi juga kekayaan budaya yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang,” ungkapnya.

Dengan adanya penelitian akademik dan dukungan masyarakat, diharapkan Syi’iran Bluk Gebluk segera mendapatkan pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, sekaligus memperkuat identitas kultural dan spiritual masyarakat Rembang, Pasuruan.